BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap ibu yang telah melahirkan
menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan-kelainan
pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap
ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak
lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan-kelainan lainnya. Hal
ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya
antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun
pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.
Kemudian kurangnya pengetahuan ibu
untuk mengenali tanda-tanda kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir.
Seperti bayi dengan ikterus, dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah
Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu
terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu
atau orang tua tentang ikterus tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan
kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk itulah penulis mengangkat makalah ini
dengan judul Ikterus pada Bayi.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa Pengertian dari Ikterus?
1.2.2
Apa saja Klasifikasi dari Ikerus?
1.2.3
Apa Etiologi dari ikterus?
1.2.4
Bagaimana Patofisiologi dari ikterus?
1.2.5
Apa Tanda dan Gejala dari ikteus?
1.2.6
Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari
ikterus?
1.2.7
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan ikterus?
1.3
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ikterus
1.4
Manfaat
1.4.1 Bagi
Mahasiswa
Agar mampu memahami dan menerapkan
bagaimana cara penanganan pasien dengan ikterus.
1.4.2 Bagi
Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas
tentang ikterus,serta dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku
tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan penyakit tersebut.
1.4.3 Bagi
Masyarakat
Agar lebih mengerti, memahami dan mengetahui tanda
gejala sejak dini tentang penyakit ikterus.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
ë Ikterus
adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan
kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL). (Perinatologi)
ë
Ikterus adalah menguningnya sclera,
kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubun dalam tubuh. ( Ilmu
Kesehatan Anak, Jilid 2 )
ë Ikterus
adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.
2.2 Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus
pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
•
Timbul pada hari kedua-ketiga
•
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x
24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang
bulan.
•
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin
tak melebihi 5 mg % per hari
•
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1
mg %
•
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
•
Tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadan patologis tertentu
2.
Ikterus Patologis/ Hiperbilirubinemia
Ø
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
Ø
Setiap peningkatan kadar bilirubin
serum yang memerlukan fototerapi
Ø
Peningkatan kadar bilirubin total
serum . 0,5 mg/dL/jam.
Ø
Adanya tanda – tanda penyakit yang
mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat
badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil)
Ø
Ikterus
bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi
kurang bulan.
3.
Kern Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah ,
dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
2.3 Etiologi
Hiperbilirubinemia
bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi
yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat,
kehilangan berat badan atau dehidrasi.
a. Ikterus Prahepatik
Karena
produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
ë Kelainan sel
darah merah
ë Infeksi
seperti malaria, sepsis.
ë Toksin yang
berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus Pascahepatik
Bendungan
pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut
dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel
hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh
ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan
berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan
sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin
darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati
terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
2.4 Patofisiolgi
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.
Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah
tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila
bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
2.5 Tanda dan Gejala
w Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin
indirek).
w Pasien tampak lemah
w Nafsu makan berkurang
w Petekie (bintik merah di kulit)
w Perbesaran lien dan hepar
w Feses seperti dempul
w Dehidrasi
w Diare
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Bila
tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
:
•
Pemeriksaan golongan darah ibu pada
saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
•
Bila ibu mempunyai golongan darah O
dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan
lanjutan yang dibutuhkan
•
Kadar bilirubin serum total
diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
2.7 Penatalaksanaan
1. Tindakan
umum
a. Memeriksa
golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamilü
b. Mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan
ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir.
d. Imunisasi
yang cukup baik di tempat bayi dirawat.ü
2. Tindakan
khusus
a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
b. Pemberian
fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan
mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat
menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
c. Memberi
substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena
akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga
bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
d. Melakukan
dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
Untuk mencegah efek cahaya
berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina.
Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus
dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
e. Terapi
transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar
bilirubin yang tinggi. Terapi obat-obatan. Misalnya obat phenorbarbital/ luminal
untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect
menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin
dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
f. Menyusui
bayi dengan ASI
g. Terapi
sinar matahari
2.7
Pathway
Ikterus Pascahepatik (bendungan saluran empedu)
|
Ikterus Hepatoseluler
|
Ikterus Prahepatik
|
Bendungan di dalam hati
|
Bilirubin darah mengadakan
regurgitasi ke dlm sel hati
|
Peninggian bilirubin konjugasi direk
|
Bilirubin direk (larut dalam air) meningkat
|
Hemoglobin
|
Konjungkasi bilirubin terganggu
|
Kerusakan hati
|
Hemolisis meningkat
|
Bilirubin tidak terkonjugasi meningkat
|
Masuk ke peredaran darah, masuk ke
ginjal
|
Suplai bilirubin melebihi kemampuan
hepar
|
Bilirubin mengalami regurgitasi ke
dalam sel hati
|
Peninggian kadar bilirubin konjugasi
di dlm aliran darah
|
Hiperbilirubinemia
|
Hepar tidak mampu melakukan
konjugasi
|
Ikterus pada leher, badan
|
MK:
Kerusakan integritas kulit
|
MK:
Kekurangan volume cairan
|
MK:
Hipertermia
|
Sinar dengan intensitas tinggi
|
Indikasi fototerapi
|
Anorexia
|
MK:
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Anemnese
Nama : Nama Orang Tua :
Alamat : Alamat :
Umur : Umur :
Jenis Kelamin : Jenis
Kelamin :
Tanggal MRS : Pendidikan :
Tanggal Pengkajian : Pekerjaan :
No.MRS : Status
Perkawinan :
Penanggung Jawab :
Dx Medis :
2. Riwayat
Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya
antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat
proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan
dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektifkter. Lahir prematur / kurang
bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin
c. Riwayat Post natal
Adanya
kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti
ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan
hati ( hepatitis )
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya
kasih saying karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab
perawatan pengobatan dan pemahaman ortu bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari
a. Nutrisi
Pada umumnya
bayi malas minum (reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB bayi mengalami penurunan.
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo/ hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/ tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh) bronze bayi syndrome, sclera mata kuning (kadang–kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna
urine dan feses.
3.2
Diagnosa
Keperawatan
1.
Kurangnya volume cairan
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, dan diare.
2.
Peningkatan suhu tubuh
(hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
3.
kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
4.
Pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reflek hisap menurun
3.3
Intervensi
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
& Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kurangnya
volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, dan diare.
|
Tujuan:
Cairan tubuh
adekuat
Kriteria
Hasil:
Ttv normal
Turgor kulit
<2detik
|
1. Catat
jumlah dan kualitas feses
2. Pantau
turgor kulit
3. Pantau
intake output
4. Beri air
diantara menyusui atau memberi botol
|
1.
Untuk memantau
2.
Memantau tanda adanya dehidrasi
3.
Memantau intake output
4.
Menambah intake cairan
|
2.
|
Peningkatan
suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
|
Tujuan:
Kestabilan
suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Kriteria
Hasil:
Ttv
normal
Akral
hangat
|
1. Beri
suhu lingkungan yang netral
2. Pertahankan
suhu antara 35,5° - 37°C
3. Cek
tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
1.
Menjaga kestabilan suhu tubuh
2.
Mempertahankan suhu normal
3.
Memantau terjadinya penurunan/peningkatan
suhu tubuh
|
3.
|
Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reflek hisap menurun
|
Tujuan:
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria
Hasil:
BB normal
Intake adekuat
|
1. Berikan
minum melalui sonde (ASI/ PASI)
2. Lakukan
oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
3. Monitor
intake dan output BB
4. Observasi
tugor dan membran mukosa
|
1.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
2.
Meningkatkan nafsu makan
3.
Memantau intake serta output
4.
memantau
|
4.
|
kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
|
Tujuan:
Keutuhan
kulit bayi dapat dipertahankan
Kriteria
Hasil:
Warna
kulit normal
Kulit
bersih dan lembab
|
1. Kaji
warna kulit tiap 8 jam
2. Pantau
bilirubin direk dan indirek
3. Rubah
posisi setiap 2 jam
4. Masase
daerah yang menonjol
5. Jaga
kebersihan kulit dan
kelembabannya
|
1.
Memantau terjadinya perubahan warna
kulit
2.
Memantau kadar bilirubin
3.
Mencegah terjadinya penekanan pada
kulit
4.
Meningkatkan sirkulasi darah
|
BAB
4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1.
Ikterus adalah disklorasi kulit,
mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum (
> 2 mg/dL ). (Perinatologi)
2.
Ikterus Fisiologis umumnya terjadi
pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >
2mg/dL.
3.
Ikterus Patologis
ë
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
ë
Setiap peningkatan kadar bilirubin
serum yang memerlukan fototerapi
ë
Peningkatan kadar bilirubin total
serum . 0,5 mg/dL/jam.
ë
Adanya tanda – tanda penyakit yang
mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat
badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil)
ë
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada
bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
4.
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan
proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan
ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang
diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor,
antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan
atau dehidrasi
5.
Penatalaksanaannya yaitu dengan
strategi pencegahan, penggunaan farmakoterapi, dan fototerapi serta transfuse
tukar.
4.2
Saran
Bagi pembaca
di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan Ikterus pada bayi,
Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara
efektif dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak,
J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton.
Cloherty,
P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA.
Harper. (1994). Biokimia.
EGC, Jakarta.
Hasan, Rusepno. 1997. “Ilmu
Kesehatan Anak 2 “. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran UI.
Santosa,Budi . 2005 -
2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta, 2006,
vol. I, hlm. 422-425
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.